Senin, 14 Februari 2011

PRAKTEK LEMBAGA PEMBIAYAAN Merugikan Negara, Membodohi Konsumen & Menciptakan Premanisme

Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda.
Pada umumnya perjanjian KREDIT KENDARAAN dibuat dibawah tangan, diatas kertas perjanjian tertulis :
            ” Perjanjian Pemberian Jaminan Fidusia ”  - ada pula yang tertulis
            ” Perjanjian Pembiayaan Konsumen Dengan Penyerahan Hak Milik Secara Fidusia  ( masih ada lagi model perjanjian Fidusia dengan penulisan lain )
            ( perjanjian FIDUSIA YANG DIBUAT DIBAWAH TANGAN MELANGGAR UU )

”SEBUAH CONTOH BODOH, JANGAN DITIRU”
Meratap tangis, sedih, malu menyesal perlakuan keji DEBT COLLECTOR yang tidak manusiawi menarik motor dan menagih utang dengan cara mempermalukan, tanpa guna. MINTA SURAT TUGASNYA – FOTOCOPY jika tidak boleh JANGAN DILAYANI,   tolak kedatangannya, KALAU NEKAT telpon 112 LAPORKAN POLISI, PREMANISME adalah target operasi POLISI sbg pelindung & Pengayom Rakyat. 112 adalah layanan CALL CENTER POLRI yang di Launching Presiden RI 30 Januari 2009 merupakan Salah satu PROGRAM UNGGULAN POLRI dengan nama Quick Wins. 
” SUDIBYO ”  menyesali sepeda motornya “disita”, padahal DIA sudah membayar dua puluh delapan kali angsuran, kurang delpan kali angsuran,  itupun karena keadaan harus memilih bayar angsuran atau membayar biaya rumah sakit anaknya.  
Ketika DEBT COLLECTOR datang, SUDIBYO akan membayar empat kali angsuran, tapi disuruh melunasi seluruh kekurangan angsuran ditambah biaya-biaya lainnya,  alasan keterlambatan angsuran dan selama mengangsur tidak pernah terlambat tidak digubris. DEBT COLLECTOR TIDAK PEDULI, penderitaan orang lain REJEKI buat dia.
Daripada ribut didengar tetangga, motor dibiarkan  disita ” katanya akan dilelang ”, tapi tidak pernah diberitahu kapan LELANG dilaksanakan, apalagi mendapatkan sisa hasil lelang, berapa kerugian KAWAN MISKIN kita ?
Nasip serupa BANYAK DIALAMI oleh ratusan orang disetiap kota, apalagi di desa  masih banyak orang buta aturan. Di Jakarta dan sekitarnya banyak orang pasrah, takut  sama DEBT COLLECTOR. Kaloau pasrah – ya jangan nyesal.
MODUS LAIN BPKB  tidak diberikan, ketika mau diambil karena KREDIT LUNAS, masih harus bayar denda dan pinalty yang jumlahnya melebihi  harga pasaran  kalau dijual saat pelunasan.
Inilah kejamnya KAPITALIS terhadap ”kaum marhaen” yang secara hakiki menjadi ” ladang subur  tempat mengembangkan KAPITAL dengan kepura-puraan menawarkan kebaikan, memberi peluang kaum berpenghasilan pas-pasan memiliki barang yang jauh dari jangkauan untuk beli tunai – menawarkan pola kredit.
Kaum marjinal menjadi konsumeristis, akibatnya keluarga membatasi asupan gizi  anak-anaknya – atas nama ” KONSUMERISME ”, atas nama ” HARUS MEMBAYAR ANGSURAN KREDIT ”.
CONTOH peristiwa diatas dialami oleh saudara, tetangga dan handai taulan kita. Kita melihat , acuh tak acuh atas penderitaan sesama, SBG MANUSIA kita sudah tak punya lagi nilai kemanusian & NILAI GOTONG ROYONG.
Kita patut bertanya pada diri sendiri  :
APAKAH KITA SUDAH BUKAN MANUSIA ?
KOQ TIDAK PUNYA RASA KEMANUSIAAN
Masyarakat miskin perkotaan dan  kelas bawah menjadi korban, HANYA bisa  mengeluh ulah dan sikap debt colector alat tekan KAPITALIS, yang mengancam dan mengintimidasi tanpa melihat kesulitan keuangan orang yang ditagih.
Semua dilakukan dengan “alasan” sesuai dengan klausula perjanjian yang telah disepakati dan ditandatangani oleh konsumen.
PERTANYAAN :
APAKAH PERJANJIAN YANG DIBUAT OLEH PERUSAHAAN FINANCE DENGAN KONSUMEN / DEBITUR DIBENARKAN UNDANG-UNDANG ?
Perjanjian yang dibuat oleh LEMBAGA FINANCE dengan KONSUMEN berpotensi MELANGGAR UU dan MERUGIKAN NEGARA dari sektor pendapatan non pajak, sebagai contoh :
·        PERJANJIAN FIDUSIA.
Tidak dibuat  AKTA FIDUSIA oleh NOTARIS dan tidak didaftarkan pada Kantor Pendaftaran Fidusia,  melanggar Undang Undang R.I. Nomor 42  Tahun 1999 Tentang JAMINAN FIDUCIA (pasal 5,11 dan 12 ).
PERJANJIAN FIDUSIA dibuat dibawah tangan dan tidak didaftarkan di Kantor Pendaftara Fidusia, melanggar UU. Perjanjian Jaminan Fidusia BATAL DEMI HUKUM, yang membuat perjanjian diancam pidana paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun, denda paling sedikit Rp. 10.000.000,- paling banyak Rp. 100.000.000,- (pasal 35 ayat (1) UU Jaminan Fidusia). KENAPA MESTI TAKUT TAK BISA BAYAR ANGSURAN KREDIT  ?
        SEBALIKNYA jika pemberi fidusia (lebih dikenal dengan istilah pengambil kredit ) mengalihkan, menggadaikan atau menyewakan benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia tanpa persetujuan tertulis dari penerima fidusia ( dikenal dng istilah leasing) dipidana paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp. 50.000.000,-
Suatu perjanjian yang ” seolah-olah Perjanjian Jaminan Secara Fidusia ( TAPI tidak dibuat AKTE NOTARIS dan tidak didaftarkan), dan didalamnya memuat atau diselipkan ATURAN BAKU Melanggar Undang Undang R.I. Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen pasal 18
Dengan demikian perjanjian yang dibuat oleh Lembaga FINANCE  berpotensi :
1.     MERUGIKAN NEGARA ( melanggar PP 38/2009 ).
2.     Melanggar pasal pasal 5, 11 dan 12  Undang Undang R.I. Nomor 42  Tahun 1999 Tentang JAMINAN FIDUCIA
3.     Melanggar pasal 18 Undang Undang R.I. Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. ( mencatumkan KLASULA BAKU )
Lembaga Pembiayaan dalam membuat perjanjian dengan konsumen BERITIKAT BURUK, dengan menuliskan klausula baku yang dilarang Undang-Undang Perlindungan Konsumen. BACA, PELAJARI DAN PAHAMI – LAWAN PELANGGAR HUKUM DENGAN SANTUN, LAPOR POLISI.
Pencamtuman klausula baku biasanya letak atau bentuknya yang sulit dimengerti atau tidak dapat dibaca secara jelas. PEMOHON KREDIT ASAL TEKEN AZA TAK PEDULI APA YANG DITEKEN.
Perjanjian yang dibuat  melanggar UUPK pasal 18 dan perjanjian  tersebut  batal demi hukum.
Akibat pencantuman Klausula baku tersebut, Lembaga Pembiayaan dapat dikenakan SANKSI pidana penjara :
--------- paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak   Rp 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah). (pasal 62 UU PERLINDUNGAN KONSUMEN )               
Tidak hanya UUPK yang dilanggar, UUJF juga tidak dilaksanakan secara sempurna oleh Lembaga Pembiayaan.
Syarat PERJANJIAN JAMINAN FIDUSIA adalah :
1.     dibuat dihadapan dan dibacakan notaris di hadapan para pihak.
2.     Didaftarkan dikantor Pendaftaran Fidusia.
HARUS didaftarkan ke kantor pendaftaran fidusia, untuk diterbitkan sertifikat Jaminan Fidusia. AWAS KALAU PEJABAT KEMENKUMHAM KKN DENGAN PENGUSAHA FINANCE- KITA TANGKEP DIA.
Ketentuan tersebut dilanggar oleh Lembaga Pembiayaan,  perjanjian fidusia dibuatdiba wah tangan” & tidak didaftarkan. melanggar hukum supaya bisa melakukan eksekusi jalanan.
BIASANYA Lembaga Pembiayaan langganan “oknum notaris nakal” dengan membuat akte notariil berdasarkan kuasa dari konsumen supaya bisa  didaftarkan dan bisa mendapat sertifikat Jaminan Fidusia.
Lembaga Pembiayaan dilarang membuat klausula baku yang memberikan kuasa untuk membebankan hak jaminan terhadap barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran.
Pendaftaran fidusia merupakan hal “wajib” bagi Lembaga Pembiayaan sesuai dengan pasal 11 UUJF.
Apabila tidak didaftarkan, maka secara hukum perjanjian Jaminan Fidusia tersebut tidak memiliki hak eksekutorial dan merupakan perjanjian hutang piutang secara umum, sehingga tidak memiliki kewenangan eksekusi sebagaimana pasal 29 UUJF. Eksekusi Jalanan dengan cara premanisme, dengan kata lain Finance melembagakan premanisme.
Apabila hal ini dibiarkan akan timbul ”peradilan jalanan” dan “eksekutor swasta”, negara dalam hal ini penegak hukum harus menindak. Kalau tidak ditindak apakah ini yang disebut ’penegak hukum seolah-olah’ sehingga ada kejahatan didepan mata dibiarkan.  
Berbagai pelanggaran oleh Lembaga Pembiayaan terhadap UUPK dan UUJF pada akhirnya sangat merugikan masyarakat yang menjadi konsumen/ debitur lembaga pembiayaan, karena menempatkan konsumen pada posisi tawar yang lemah.
Diperparah dengan sikap konsumen/debitur yang masa bodoh dan pasrah menghadapi SISTEM KAPITALIS, manis diawal menawarkan produknya dan menjadi kejam dan bengis ketika konsumen/debitur tidak bisa memenuhi kewajiban sesuai waktu karena keadaan darurat keuangan yang menghimpit keadaan dan harus diselesaikan ( misal bayar sekolah anak, biaya dokter, bayar kontrak rumah ) KAPITALIS TIDAK MAU TAU.
Disatu sisi si KAPITASLIS lewat lembaga FINANCE merugikan negara akibat tidak mendaftarkan FIDUSIA di KEMENTERIAN HUKUM DAN HAM
Menjadi pertanyaan besar apakah aparat penegak hukum dan pihak Kemen terian Hukum dan mengetahui atau tidak ?

Debt Collector Intimidasi Nasabah,
Bank Bisa Ditindak.

Peringatan Untuk Perbankan &
Lembaga pembiayaan.
Jika kredit / angsuran nasabah macet (telat ngangsur – nunggak bayar), jangan sembarangan mengirim tukang tagih (debt collector).
KATAKAN JANGAN kepada penagih – debt collector jika nagih dengan :
·        cara memaki, mengintimidasi, mempermalukan dikantor/lingkungan.
·        cara-cara kasar (menggebrak meja / pintu dll) mengancam dan
·        melakukan  kekerasan lainnya (merampas motor/mobil dijalan), memukul.
Telpon 112 Polisi pasti datang – laporkan. POLISI pelindung dan Pengayom rakyat.
BANK / LEMBAGA FINANCE bisa dikenai sanksi pidana akibat cara cara melanggar hukum yang dilakukan oleh penagih – debt collector.
Sangat banyak keluhan masyarakat tentang perilaku kekerasan oknum-oknum debt collector mereka melakukan penagihan dan SUDAH MENJADI RAHASIA UMUM,  seharusnya  menjadi Target Operasi POLISI dalam tugas  sebagai Pelindung dan Pengayom Masyarakat.
Daripada dikemudian hari masyarakat habis titik sabarnya membentuk PAM SWAKARSA  sadar hukum dan melakukan perlawanan terhadap DEBT-CO.
Penagih / DEBT-CO dng berbagai cara dilakukan, dengan menggunakan :
·        trik ancaman atau
·        penyitaan barang dengan kekerasan ATAU
·        membujuk  penunggak angsuran kekantor FINANCE untuk menyelesaikan angsurannya, ketika sipenunggak angsuran akan mengambil kendaraan yang diparkir dipelataran kantor FINANCE dan dijaga SATPAM – kendaraan RAIB dan semua orang termasuk SATPAM menjawab tidak tau.
 TERNYATA ketika penunggak digiring kekantor, dalam perjalanan memberitahukan temannya  dikantor untuk menyiapkan kunci kendaraan yang disimpan dikantor, penunggak pura pura diajak menyelesaikan admin- motor raib DIBAWA debt-co.        
Kenyataan seperti ini dialami ratusan orang, karena tidak mengerti hukum, akhirnya cuma pasrah, lawan – kalau  TAKUT / tidak berani lapor Polisi pasti dilindungi.
FINANCE & DEBT COLLECTOR
(PREMAN)

Maraknya perusahaan pembiayaan atau yang lazim disebut finance, merupakan jawaban (sementara) atas kebutuhan masyarakat yang berkeinginan memiliki sesuatu tidak bisa beli kontan mengambil jalan pintas, beli secara kredit ATAU
mengambil Kartu Kredit / KTA.
Perusahaan finance / BANK dianggap  memberikan SOLUSI positif bagi masyarakat berpenghasilan rendah, masyarakat merasa terbantu, yaitu “cukup” dengan uang muka, motor/ mobilpun sudah bisa dibawa, cuma menggesek kartu kredit bisa pulang membawa belanjaan sepuasnya. Karena  penghasilan minim tak bisa bayar angsuran.  
Permasalahan timbul ketika konsumen terlambat ATAU nunggak angsuran ATAU tidak mampu mengangsur lagi sebagaimana yang disetujui dalam perjanjian pinjaman dengan berbagai kenyataan yang dialami, karena PHK, anak / istri sakit dan membayar biaya rumah sakit dlll. Terjadilah “Kredit macet”  akibat pengeluaran tidak terduga yang harus diselesaikan seketika. Ada management resiko yang bisa dilakukan, dengan cara yang lebih baik dan manusiawi, tidak dengan cara melecehkan manusia yang lagi tertimpa musibah dan melanggar hukum.
Perusahaan finance / BANK ketika menawarkan membujuk calon konsumennya SECARA santun, ketika angsuran macet menyuruh PENAGIH / DEBT CO  secara kasar melakukan penagihan kepada konsumen TANPA mau mendengar alasan.
Debt Collector sudah tidak lagi menagih angsuran, tapi minta   pembayaran hutang / pelunasan hutang. INI PERBUATAN GILA, MENGANGSUR TDK MAMPU DISURUH MELUNASI.
Dalam melakukan penagihan biasanya tidak sendiri, wajah garang badan bertato nafas bau alkohol. JADI NGERI DECH, HADAPI DENGAN SANTUN – NEKAT, TELPON 112 POLISI  PASTI DATANG.
DEBT CO untuk memuluskan jalannya “eksekusi” ataupun penagihan seringkali mengajak beking “oknum” – PENYELESAIANNYA LAPORKAN OKNUM PADA ATASANNYA , beres dech.
Apabila cara-cara kekerasan tersebut tidak berhasil, ada cara yang dianggap “cantik”. Yaitu menyewa lawyer/ advokat, kemudian melaporkan kasus kredit macet kepada Polisi dengan pasal 372 juncto 378 KUHP tentang Penipuan dan Penggelapan.
Cara-cara ini dilakukan dengan harapan Polisi dapat menyita kendaraan tersebut, kemudian di “pinjam pakai”, demikian juga terhadap pengguna KTA/KARTU KREDIT supaya menjual miliknya untuk membayar. HUTANG HARUS DIBAYAR, tapi jangan paksa orang bayar.  
Cara ini cukup ampuh, karena dipanggil  polisi orang jadi takut, apalagi surat panggilan menuduh sebagai pelaku tindak pidana, konsumen takut, kemudian menyerah kan kendaraannya kepada finance. (ini merupakan tindakan yang tidak berdasar hukum, karena POLISI bisa dikatakan sebagai sahabat pelanggar hukum, nunggak/ tidak membayar angsuran koq dianggap sebagai penipu atau menggelapkan – laporkan PROPAM kalau ada Polisi seperti itu )
Pasal-pasal 372 jo pasal 378 KUHP  sangat dipaksakan, karena jelas-jelas terdapat kelemahan secara hukum, diantaranya :
Status kendaraan 100 % milik konsumen, dalam pasal 372 jo pasal 378 KUHP dinyatakan “sebagian atau seluruhnya milik orang lain”.
BPKB dan STNK atas nama konsumen. LEPAS DARI PASAL LAH YAUW.
    Menyadari kelemahan tersebut, seringkali Polisi tidak bisa berbuat banyak.
POLISI dengan alasan setiap perkara yang dilaporkan harus ditangani, kemudian memanggil konsumen, memeriksa dan menuangkan dalam BAP, sedangkan terkait dengan kendaraan konsumen ’dirayu’ supaya menyerahkan secara sukarela. Dalam laporan seperti ini mestinya POLISI melakukan PENYELIDIKAN, jika ternyata PERUSAHAAN dalam usahanya melanggar UU, maka perusahaan sebagai pelapor harusnya dikenakan sebagai pelanggar UU JAMINAN FIDUSIA DAN UU PERLINDUNGAN KONSUMEN, bukan merayu konsumen untuk menyerahkan barang kepada perusahaan finance, Tolak rayuan BELIAU.
APAKAH INI ADALAH AKIBAT DARI
NEGARA
” SEOLAH-OLAH ” NEGARA HUKUM ?
SEHINGGA ada PEJABAT
MERANGKAP SEBAGAI PENJAHAT
malu dech
NGERI DECH - OOH TIDAK,  
NEGARA “SEOLAH-OLAH” hampir sirna, dengan bukti ” pejabat yang merangkap penjahat ” siapapun mereka dan setinggi apa pangkatnya duduk sebagai pesakitan,sbg terdakwa. PERCAYALAH BILA HUKUM DIJALANKAN – NKRI MENJADI NEGARA HUKUM BENERAN, RAKYAT SEJAHTERA. KARENA ITU BACA HUKUM SUPAYA TIDAK DIPERMAINKAN        ” PENEGAK HUKUM ” – OKEY DECH, ayo kita perjuangkan NKRI menjadi negara hukum beneran.
 


MARI KITA PERCAYA POLRI SEBAGAI
PELINDUNG & PENGAYOM RAKYAT
DENGAN CALL CENTER 112
Cuplikan Undang Undang Republik Indonesia.

Undang Undang Nomor 42 Tahun 1992
Tentang Jaminan Fidusia

Pasal 5
(1) Pembebanan Benda dengan Jaminan Fidusia dibuat dengan akta notaris dalam bahasa Indonesia dan merupakan akta Jaminan Fidusia.
(2) Terhadap pembuatan akta Jaminan Fidusia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dikenakan biaya yang besarnya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 6
Akta Jaminan Fidusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 sekurang-kurangnya  memuat :
a. identitas pihak Pemberi dan Penerima Fidusia;
b. data perjanjian pokok yang dijamin fidusia;
c. uraian mengenai Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia;
d. nilai penjaminan; dan
e. nilai Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia.
Pasal 7
Utang yang pelunasannya dijamin dengan fidusia dapat berupa:
a. utang yang telah ada;
b. utang yang akan timbul di kemudian hari yang telah diperjanjikan dalam jumlah tertentu; atau
c. utang yang pada saat eksekusi dapat ditentukan jumlahnya berdasarkan perjanjian pokok yang menimbulkan kewajiban memenuhi suatu prestasi.
Bagian Kedua
Pendaftaran Jaminan Fidusia
Pasal 11
(1) Benda yang dibebani dengan Jaminan Fidusia wajib didaftarkan.
(2) Dalam hal Benda yang dibebani dengan Jaminan Fidusia berada di luar wilayah  negara Republik Indonesia, kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tetap berlaku.


Pasal 12
(1) Pendaftanan Jaminan Fidusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) dilakukan pada Kantor Pendaftaran Fidusia.
(2) Untuk pertama kali, Kantor Pendaftaran Fidusia didirikan di Jakarta dengan wilayah kerja mencakup seluruh wilayah negara Republik Indonesia.
(3) Kantor Pendaftaran Fidusia sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) berada dalam  lingkup tugas Departemen Kehakiman.
(4) Ketentuan mengenai pembentukan Kantor Pendaftaran Fidusia untuk daerah lain dan penetapan wilayah kerjanya diatur dengan Keputusan Presiden.
Pasal 22
Pembeli benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia yang merupakan benda persediaan bebas dari tuntutan meskipun pembeli tersebut mengetahui tentang adanya Jaminan Fidusia itu, dengan ketentuan bahwa pembeli telah membayar lunas harga penjualan Benda tersebut sesuai dengan harga pasar.  
BAB V
EKSEKUSI JAMINAN FIDUSIA
Pasal 29
(1) Apabila debitor atau Pemberi Fidusia cidera janji, eksekusi terhadap Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia dapat dilakukan dengan cara :
a. pelaksanaan titel eksekutorial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) oleh Penerima Fidusia;
b. penjualan benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia atas kekuasaan Penerima Fidusia sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan;
c. penjualan di bawah tangan yang dilakukan berdasarkan kesepakatan Pemberi dan Penerima Fidusia jika dengan cara demikian dapat diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan para pihak.
(2) Pelaksanaan penjualan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c dilakukan  setelah lewat waktu 1 (satu) bulan sejak diberitahukan secara tertulis oleh Pemberi dan Penerima Fidusia kepada pihak-pibak yang berkepentingan dan diumumkan sedikitnya dalam 2 (dua) surat kabar yang beredar di daerah yang bersangkutan.
BAB VI
KETENTUAN PIDANA
Pasal 35
Setiap orang yang dengan sengaja memalsukan, mengubah, menghilangkan atau dengan cara apapun memberikan keterangan secara menyesatkan, yang jika hal tersebut diketahui oleh salah satu pihak tidak melahirkan perjanjian Jaminan Fidusia, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling sedikit Rp. 10.000.000,-(sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 100.000.000,-(seratus juta rupiah).
Pasal 36
Pemberi Fidusia yang mengalihkan, menggadaikan, atau menyewakan Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) yang dilakukan tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu dari Penerima Fidusia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp. 50.000.000,-(lima puluh juta) rupiah.

Undang Undang Republik Indonesia
Nomor 4 Tahun 1999
Tentang
Perlindungan  Konsumen
10. Klausula Baku adalah setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen.
BAB II
ASAS DAN TUJUAN
Pasal 2

Perlindungan konsumen berasaskan manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan dan keselamatan konsumen, serta kepastian hukum.

Pasal 3
Perlindungan konsumen bertujuan :
a.      meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri;
b.      mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa;
c.      meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen;
d.      menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi;
e.      menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggungjawab dalam berusaha;
f.       meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.
BAB III
HAK DAN KEWAJIBAN
Bagian Pertama Hak dan Kewajiban Konsumen
Pasal 4
Hak konsumen adalah :
a.      hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
b.      hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
c.      hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;
d.      hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;
e.      hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;
f.       hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
g.      hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
h.      hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
i.         hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Pasal 5
Kewajiban konsumen adalah :
a. membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau
   pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;
b. beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;
                c. membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
d. mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.
BAB V
KETENTUAN PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU
Pasal 18

(1)  Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan /   atau jasa yang ditujukan untuk
diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku pada setiap dokumen dan/atau perjanjian apabila:
a. menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha;
b. menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen;
c. menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali uang yang dibayarkan atas barang dan/atau jasa yang dibeli oleh konsumen;
d. menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran;
e. mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen;
f. memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau mengurangi harta kekayaan  konsumen yang menjadi obyek jual beli jasa;
g. menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru, tambahan, lanjutan dan/atau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya;
h. menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan terhadap barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran.
(2) Pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang letak atau bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas, atau yang pengungkapannya sulit dimengerti.
(3) Setiap klausula baku yang telah ditetapkan oleh pelaku usaha pada dokumen atau perjanjian yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dinyatakan batal demi hukum.
(4) Pelaku usaha wajib menyesuaikan klausula baku yang bertentangan dengan Undang-undang   ini.
Bagian Kedua
Sanksi Pidana
Pasal 61

Penuntutan pidana dapat dilakukan terhadap pelaku usaha dan/atau pengurusnya.
Pasal 62
(1)   Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
·         Pasal 8,
·         Pasal 9,
·         Pasal 10,
·         Pasal 13 ayat (2),
·         Pasal 15, Pasal 17 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf e, ayat (2), dan
·         Pasal 18
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
(2)   Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam :
·         Pasal 11,
·         Pasal 12,
·         Pasal 13 ayat (1),
·         Pasal 14, Pasal 16, dan
·         Pasal 17 ayat (1) huruf d dan huruf f
dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(3)  Terhadap pelanggaran yang mengakibatkan luka berat, sakit berat, cacat tetap atau kematian diberlakukan ketentuan pidana yang berlaku.